Minggu, 20 Desember 2009

Menaklukan Bromo dengan Hyundai i20


Puluhan wartawan diberi kesempatan test drive produk terbaru PT Hyundai Mobil Indonesia (HMI), yaitu i20. "Mobil kota dengan sensasi SUV," komentar salah satu direksi HMI sebelum tes dilakukan.

Rute tes: Surabaya, Ketapang, Gilimanuk, Singaraja, dan Denpasar selama tiga hari. Panitia menyediakan i20 sebanyak 10 unit, terdiri dari lima i20 bermesin bensin dan lima i20 diesel. Sebanyak dua unit bertansmisi otomatis. Kompas.com mendapat jatah unit i20 GL tansmisi manual lima percepatan.

Interior
Saat pertama masuk ke kabin, dasbor two tone colour, hitam dan beige, memberikan kesan cukup nyaman. Konsol tengah digunakan untuk menempatkan head unit audio. Gril dan kontrol AC dibumbui ornamamen silver. Di atas konsol ada layar monitor LCD kecil yang menayangkan berbagai informasi dari mobil ini.

Desain jok bagus dan ketika diduduki mampu menopang tubuh pengemudi dengan baik. Semua jok dilengkapi dengan sandaran kepala. Pengemudi diberi kenyamanan dengan fitur tilt-steering. Dengan ini, pengemudi dapat mengatur ketinggian posisi setir untuk memperoleh posisi yang nyaman.

Fitur lainnya adalah one touch power window, electric side mirror, dan central lock. Juga ada sistem penguncian terintegrasi untuk semua pintu. Semua pintu langsung terkunci ketika mobil mulai dijalankan dan pedal rem ditekan.

Setir gampang digerakkan, terutama saat parkir. Maklum, mobil ini dikengkapi electric power steering. Untuk memudahkan pengemudi mengontrol volume audio dan memilih program radio, i20 dilengkapi pula dengan tombol-tombol kontrol di setir. Menyenangkan!

Perpindahan gigi berlangsung dengan mulus. Tenaga untuk mengoperasikan kopling juga tidak terlalu besar.

Medan pasir
Karena jarak tempuh jauh dan jadwal ketat, peserta tancap “abis” dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam. Sekali-kali jarum spidometer menunjuk angka 120-130 km/jam. Mengesankan, i20 mampu membuktikan dirinya sebagai mobil kecil yang mantap, stabil, dan punya kemampuan bermanuver secara gesit.

Dalam rute Surabaya-Denpasar, peserta harus melewati jalan berliku-liku di daerah Penanjakan, Jawa Timur. Tanjakan ”U” terjal yang cukup banyak menjelang Gunung Bromo dapat dilalui dengan baik.

Suspensi depan yang agak keras menjadi nilai plus saat melalui jalan berliku. Pengendalian jadi lebih mantap. Tenaga mesin juga mumpuni ketika dikebut dalam kondisi AC bekerja plus bobot pengemudi dan dua penumpang (sekitar 250 kg).

Di Bromo, rombongan wartawan digiring menuju pelataran pasir. Akses menuju ke lokasi ini lumayan berat, harus melalui jalan dengan aspal yang tidak merata plus tanjakan dan turunan terjal.

Saat memasuki area Gunung Bromo, diperlukan keterampilan mengemudi yang lebih cekatan untuk melewati hamparan pasir. Dua peserta terperosok ke dalam pasir tetapi berhasil dikeluarkan hanya dengan bantuan dorongan dari warga sekitar.

Konsumsi bensin
Pabrikan mengklaim, tenaga Hyundai i20 bermesin bensin mencapai 100 PS @6.300 rpm dan torsi 13,9 kg-m @4.200 rpm. Kesannya, berdasarkan tes kemampuan di medan Bromo dan jalan raya lainnya, kemampuan mesin 1.400 cc pada i20 cukup tangguh.

Perjalanan pun dilanjutkan menuju lokasi paling timur di Pulau Jawa, Ketapang. Rombongan tiba saat malam mulai menjelang dan diputuskan untuk menginap semalam di kota tersebut.

Sebelum tiba di lokasi, indikator bahan bakar berada di bawah setengah kapasitas maksimum. Untuk itu, diputuskan untuk melakukan pengisian bahan bakar. Premium Pertamina dipilih untuk memenuhi kembali tanki bensin berkapasitas 42 liter dengan pengisian kembali sampai penuh 31,7 liter.

Dengan jarak tempuh 347,9 km, konsumsi bensin rata-rata pada tes hari pertama ini diperkirakan 10,9 km/liter. Sementara itu, informasi dari Hyundai, berdasarkan tes yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), konsumsi bahan bakar mobil ini 20 km/liter.

Perbedaan hasil yang sangat mencolok itu bisa dimaklumi karena tes yang dilakukan wartawan pada hari pertama harus melalui medan berat yang banyak tanjakan. Plus pasir Bromo!

Tes Drive Xenia 1.3 Xi A/T

Mobilitas komuter di Jakarta kian hari kian kurang nyaman. Tingkat stres makin tinggi. Penyebabnya, kemacetan yang makin parah. Waktu banyak terbuang. Bahan bakar terbakar percuma. Mengemudikan mobil makin melelahkan, terutama bila masih menggunakan transmisi manual.


Kaki kiri pengemudi setiap kali harus rajin menekan pedal kopling dan tangan kiri mengeser tongkar transmisi agar tidak diserobot.



Kondisi tersebut menambah stres bila kemacetan sangat pajang. Kemacetan tidak hanya di persimpangan atau di depan mal, tetapi juga di jalan tol.

Penasaran

Kalau sudah begini, salah satu solusi yang bisa dilakukan hanya mengurangi rasa capek dengan menggunakan mobil transmisi otomatik. Itulah yang dilakukan Daihatsu yang baru saja memperkenalkan Xenia Matic, Kamis lalu di Jakarta.

Manajemen PT Astra Daihatsu Motor (ADM) mengundang serombongan wartawan untuk mengemudikan langsung Xenia Matic menyusuri beberapa ruas jalanan Jakarta sembari mengunjungi tempat bersejarah dan hiburan.

Rasa penasaran sangat besar sebelum mencoba mobil ini. Maklum, sebelumnya ada komentar miring. “Masak mobil dengan mesin 1.300 cc bisa menggunakan transmisi otomatik?”

Satu Xenia Matic diisi tiga orang, terdiri dari pengemudi dan dua penumpang. Mesin dapat dihidupkan tanpa harus menekan pedal rem lebih dulu ketika transmisi pada posisi “P” (Parkir).

Pengoperasian tongkat transmisi juga mudah karena menggunakan sistem gate dengan indikator huruf dan angka berukuran besar dan mudah dilihat sekilas. Untuk menggeser tongkat transmisi dari P ke R (mundur), N (netral) dan D (drive) atau sebaliknya, pengemudi tidak perlu menekan tombol seperti yang digunakan pada sistem konvensional.

Begitu transmsi pada “D” dan gas ditekan, pada 1.000 rpm, kendaraan jalan dengan pelan. Begitu gas ditekan lebih dalam, putaran pun naik dan mobil makin melaju. Tak dirasakan adanya sentakan saat terjadi perpindahan gigi. Begitu halus! dan tentu saja juga lebih nyaman bagi pengemudi dan penumpang!

Xenia Matic ini pun dikemudikan menyusuri tol Plumpang, Ancol-Jembatan Tiga. Setelah itu, kami menuju Bandengan, terus Jalan Pos Kota, Stasiun Kota, Glodok, Hayam Wuruk, dan berputar ke Gajah Mada menunju Museum Arsip Nasional.

Gas dan rem
Di jalanan macet di daerah kota, perjalanan terasa sekali sangat santai. Dengan transmisi tetap di “D” Kompas.com hanya memainkan pedal gas dan rem secara bergantian. Pada kondisi tertentu, kami hanya melepaskan pedal rem.

Karena jalan rata, gigi 3, 2, dan L tidak dioperasikan. Tarikan baru terasa mantap begitu mesin mencapai putaran 3.000 rpm. Transmsisi otomatik makin terasa sangat membantu dan memudahkan hidup ini saat parkir. Kaki kiri tetap santai. Hanya tangan yang harus menggeser tongkat transmisi dari D ke R atau sebaliknya, plus pedal rem dan gas yang memerlukan tekanan ringan.

Dan yang terpenting adalah masalah banderol yang memang lebih mahal dibandingkan versi manual, yaitu untuk tipe standar dilepas 139,7 juta dan versi lengkapnya dilepas 145,6 juta (harga OTR DKI), tapi tidaklah masalah mengingat kondisi dalam kota yang macetnya ampun-ampun, dan ada bonus tambahan berupa GPS pada saat peluncurannya.

(sumber : www.kompas.com)