Minggu, 20 Desember 2009

Menaklukan Bromo dengan Hyundai i20


Puluhan wartawan diberi kesempatan test drive produk terbaru PT Hyundai Mobil Indonesia (HMI), yaitu i20. "Mobil kota dengan sensasi SUV," komentar salah satu direksi HMI sebelum tes dilakukan.

Rute tes: Surabaya, Ketapang, Gilimanuk, Singaraja, dan Denpasar selama tiga hari. Panitia menyediakan i20 sebanyak 10 unit, terdiri dari lima i20 bermesin bensin dan lima i20 diesel. Sebanyak dua unit bertansmisi otomatis. Kompas.com mendapat jatah unit i20 GL tansmisi manual lima percepatan.

Interior
Saat pertama masuk ke kabin, dasbor two tone colour, hitam dan beige, memberikan kesan cukup nyaman. Konsol tengah digunakan untuk menempatkan head unit audio. Gril dan kontrol AC dibumbui ornamamen silver. Di atas konsol ada layar monitor LCD kecil yang menayangkan berbagai informasi dari mobil ini.

Desain jok bagus dan ketika diduduki mampu menopang tubuh pengemudi dengan baik. Semua jok dilengkapi dengan sandaran kepala. Pengemudi diberi kenyamanan dengan fitur tilt-steering. Dengan ini, pengemudi dapat mengatur ketinggian posisi setir untuk memperoleh posisi yang nyaman.

Fitur lainnya adalah one touch power window, electric side mirror, dan central lock. Juga ada sistem penguncian terintegrasi untuk semua pintu. Semua pintu langsung terkunci ketika mobil mulai dijalankan dan pedal rem ditekan.

Setir gampang digerakkan, terutama saat parkir. Maklum, mobil ini dikengkapi electric power steering. Untuk memudahkan pengemudi mengontrol volume audio dan memilih program radio, i20 dilengkapi pula dengan tombol-tombol kontrol di setir. Menyenangkan!

Perpindahan gigi berlangsung dengan mulus. Tenaga untuk mengoperasikan kopling juga tidak terlalu besar.

Medan pasir
Karena jarak tempuh jauh dan jadwal ketat, peserta tancap “abis” dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam. Sekali-kali jarum spidometer menunjuk angka 120-130 km/jam. Mengesankan, i20 mampu membuktikan dirinya sebagai mobil kecil yang mantap, stabil, dan punya kemampuan bermanuver secara gesit.

Dalam rute Surabaya-Denpasar, peserta harus melewati jalan berliku-liku di daerah Penanjakan, Jawa Timur. Tanjakan ”U” terjal yang cukup banyak menjelang Gunung Bromo dapat dilalui dengan baik.

Suspensi depan yang agak keras menjadi nilai plus saat melalui jalan berliku. Pengendalian jadi lebih mantap. Tenaga mesin juga mumpuni ketika dikebut dalam kondisi AC bekerja plus bobot pengemudi dan dua penumpang (sekitar 250 kg).

Di Bromo, rombongan wartawan digiring menuju pelataran pasir. Akses menuju ke lokasi ini lumayan berat, harus melalui jalan dengan aspal yang tidak merata plus tanjakan dan turunan terjal.

Saat memasuki area Gunung Bromo, diperlukan keterampilan mengemudi yang lebih cekatan untuk melewati hamparan pasir. Dua peserta terperosok ke dalam pasir tetapi berhasil dikeluarkan hanya dengan bantuan dorongan dari warga sekitar.

Konsumsi bensin
Pabrikan mengklaim, tenaga Hyundai i20 bermesin bensin mencapai 100 PS @6.300 rpm dan torsi 13,9 kg-m @4.200 rpm. Kesannya, berdasarkan tes kemampuan di medan Bromo dan jalan raya lainnya, kemampuan mesin 1.400 cc pada i20 cukup tangguh.

Perjalanan pun dilanjutkan menuju lokasi paling timur di Pulau Jawa, Ketapang. Rombongan tiba saat malam mulai menjelang dan diputuskan untuk menginap semalam di kota tersebut.

Sebelum tiba di lokasi, indikator bahan bakar berada di bawah setengah kapasitas maksimum. Untuk itu, diputuskan untuk melakukan pengisian bahan bakar. Premium Pertamina dipilih untuk memenuhi kembali tanki bensin berkapasitas 42 liter dengan pengisian kembali sampai penuh 31,7 liter.

Dengan jarak tempuh 347,9 km, konsumsi bensin rata-rata pada tes hari pertama ini diperkirakan 10,9 km/liter. Sementara itu, informasi dari Hyundai, berdasarkan tes yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), konsumsi bahan bakar mobil ini 20 km/liter.

Perbedaan hasil yang sangat mencolok itu bisa dimaklumi karena tes yang dilakukan wartawan pada hari pertama harus melalui medan berat yang banyak tanjakan. Plus pasir Bromo!

Tes Drive Xenia 1.3 Xi A/T

Mobilitas komuter di Jakarta kian hari kian kurang nyaman. Tingkat stres makin tinggi. Penyebabnya, kemacetan yang makin parah. Waktu banyak terbuang. Bahan bakar terbakar percuma. Mengemudikan mobil makin melelahkan, terutama bila masih menggunakan transmisi manual.


Kaki kiri pengemudi setiap kali harus rajin menekan pedal kopling dan tangan kiri mengeser tongkar transmisi agar tidak diserobot.



Kondisi tersebut menambah stres bila kemacetan sangat pajang. Kemacetan tidak hanya di persimpangan atau di depan mal, tetapi juga di jalan tol.

Penasaran

Kalau sudah begini, salah satu solusi yang bisa dilakukan hanya mengurangi rasa capek dengan menggunakan mobil transmisi otomatik. Itulah yang dilakukan Daihatsu yang baru saja memperkenalkan Xenia Matic, Kamis lalu di Jakarta.

Manajemen PT Astra Daihatsu Motor (ADM) mengundang serombongan wartawan untuk mengemudikan langsung Xenia Matic menyusuri beberapa ruas jalanan Jakarta sembari mengunjungi tempat bersejarah dan hiburan.

Rasa penasaran sangat besar sebelum mencoba mobil ini. Maklum, sebelumnya ada komentar miring. “Masak mobil dengan mesin 1.300 cc bisa menggunakan transmisi otomatik?”

Satu Xenia Matic diisi tiga orang, terdiri dari pengemudi dan dua penumpang. Mesin dapat dihidupkan tanpa harus menekan pedal rem lebih dulu ketika transmisi pada posisi “P” (Parkir).

Pengoperasian tongkat transmisi juga mudah karena menggunakan sistem gate dengan indikator huruf dan angka berukuran besar dan mudah dilihat sekilas. Untuk menggeser tongkat transmisi dari P ke R (mundur), N (netral) dan D (drive) atau sebaliknya, pengemudi tidak perlu menekan tombol seperti yang digunakan pada sistem konvensional.

Begitu transmsi pada “D” dan gas ditekan, pada 1.000 rpm, kendaraan jalan dengan pelan. Begitu gas ditekan lebih dalam, putaran pun naik dan mobil makin melaju. Tak dirasakan adanya sentakan saat terjadi perpindahan gigi. Begitu halus! dan tentu saja juga lebih nyaman bagi pengemudi dan penumpang!

Xenia Matic ini pun dikemudikan menyusuri tol Plumpang, Ancol-Jembatan Tiga. Setelah itu, kami menuju Bandengan, terus Jalan Pos Kota, Stasiun Kota, Glodok, Hayam Wuruk, dan berputar ke Gajah Mada menunju Museum Arsip Nasional.

Gas dan rem
Di jalanan macet di daerah kota, perjalanan terasa sekali sangat santai. Dengan transmisi tetap di “D” Kompas.com hanya memainkan pedal gas dan rem secara bergantian. Pada kondisi tertentu, kami hanya melepaskan pedal rem.

Karena jalan rata, gigi 3, 2, dan L tidak dioperasikan. Tarikan baru terasa mantap begitu mesin mencapai putaran 3.000 rpm. Transmsisi otomatik makin terasa sangat membantu dan memudahkan hidup ini saat parkir. Kaki kiri tetap santai. Hanya tangan yang harus menggeser tongkat transmisi dari D ke R atau sebaliknya, plus pedal rem dan gas yang memerlukan tekanan ringan.

Dan yang terpenting adalah masalah banderol yang memang lebih mahal dibandingkan versi manual, yaitu untuk tipe standar dilepas 139,7 juta dan versi lengkapnya dilepas 145,6 juta (harga OTR DKI), tapi tidaklah masalah mengingat kondisi dalam kota yang macetnya ampun-ampun, dan ada bonus tambahan berupa GPS pada saat peluncurannya.

(sumber : www.kompas.com)


Kamis, 10 Desember 2009

Penjualan Mazda 2 Lampaui Target

PT Mazda Motor Indonesia (MMI) berhasil menjual 200 unit Mazda2 dalam waktu empat hari setelah kendaraan tersebut resmi diluncurkan, 26–29 November 2009. Padahal, target penjualan rata-rata dari kendaraan city car trendsetter ini adalah 300 unit per bulan.

“Pelanggan telah menunjukkan antusiasme mereka terhadap kendaraan Mazda2 yang stylish ini. Antusiasme positif konsumen atas penampilan perdana sang juara World Car of the Year telah memberikan landasan laju baginya," ujar Presiden Direktur PT MMI Yoshiya Horigome dalam siaran pers yang diterima INILAH.COM, Kamis (3/12).

Ia menambahkan bahwa reaksi yang MMI dapatkan dari konsumen memberikan keyakinan mobil terbaik dunia 2008 ini mampu diterima masyarakat Indonesia dengan baik. "Masyarakat yakin bahwa Mazda2 menawarkan nilai yang seimbang antara desain yang stylish, kualitas, ditambah dengan harga yang bersaing pula. Mereka percaya bahwa dealer Mazda mampu untuk memberikan layanan purna jual yang baik. Banyak dari mereka yang datang ke pameran atau dealer dengan tujuan untuk mencoba test drive, dan pulang sebagai pemilik Mazda2,”ujar Horigome.

Sesuai dengan rencana PT. Mazda Motor Indonesia dalam mewujudkan komitmennya terhadap pelanggan di Indonesia, maka MMI akan terus memperluas jaringan dealer serta layanan purna jual bagi para pemilik trendsetter The NEW Mazda2 dan seluruh pengguna kendaraan Mazda lainnya di Indonesia.

(sumber : www.inilah.com)

Mazda 2 Ramaikan Pasar Indonesia


Sekalipun pangsa pasar otomotif Indonesia agak kurang sehat akibat krisis ekonomi global, PT Mazda Motor Indonesia (MMI) tetap akan meluncurkan beberapa produk anyarnya tahun ini, kendatipun beberapa di antaranya bersifat facelift.

Produk andalan MMI tahun ini adalah Mazda 2 (baca: Mazda Two). Peluncurannya diperkirakan pada semester dua (sekitar Mei-Juni). Hanya, agen tunggal pemegang merek Mazda itu masih merahasiakan sedan hatchback yang bakal menjadi pesaing Toyota Yaris, Suzuki Swift, dan Honda Jazz dari sisi harga.

Marketing and Sales Director PT Mazda Motor Indonesia Yoshiya Horigome enggan memberikan informasi lebih jauh mengenai sedan bermesin 1.500 cc ini. Namun dipastikan, Mazda 2 akan menggantikan posisi Mazda 55 sebagai tulang punggung Mazda Indonesia di semester satu 2009. "Tapi maaf, kami belum bisa memberikan informasi lebih jauh," tegas Horigome dalam Media Briefing Mazda di Buddha Bar, Selasa (3/2).

Ketika ditanyakan target penjualan produk ini pun, Horigome keberatan untuk menjawab. Namun, Presiden Direktur PT Mazda Motor Indonesia Yoshinori Nishihara memastikan bahwa peluncuran Mazda 2 akan diikuti peningkatan volume penjualan. Bahkan, katanya, hal itu bisa membalikkan posisi persentase penjualan dari komersial ke penumpang.

Meski menutup rapat soal Mazda 2, Horigome sempat keceplosan harganya yang disebutkan di bawah angka Rp 250 juta. Harga ini disesuaikan dengan depresiasi rupiah yang terus berlanjut sejak tahun lalu. "Ups! Yang pasti, harganya kompetitif," ujarnya terkejut.

Minggu, 29 November 2009

Memanfaatkan Engine Break Pada A/T

Kini, mobil-mobil mewah umumnya sudah menggunakan transmisi yang beroperasi secara otomatis. Artinya, pengemudi tak perlu lagi capek menginjak kopling untuk ganti gigi. Pada mobil dengan transmisi manual, untuk pindah gigi, kopling harus ditekan.

Kenyataan lain, dari seluruh sistem kontrol mobil yang harus dioperasikan pengemudi, kopling adalah yang paling banyak menyita tenaga. Di samping itu, tingkat pengoperasiannya juga sangat tinggi, terutama bila jalan macet atau padat merayap!

Cepat habis
Kendati demikian, ternyata masih banyak di antara kita yang masih berasumsi negatif terhadap transmisi otomatik. Hal ini juga diakui oleh produsen mobil. Misalnya, bila mogok, mobil dengan transmisi otomatik tidak bisa didorong. Kalau sering digunakan di daerah pergunungan, rem cepat habis.

Semua itu asumsi masa lalu. Kini, semakin banyak transmisi otomatik, maka produsen menyediakan mekanik yang memiliki kemampuan lebih cepat untuk memperbaikinya bila ada masalah. Malah, kini juga ada bengkel-bengkel umum yang bisa menguras seluruh automatic transmission fluid (ATF) di dalam transmisi dan lantas diisi dengan pelumas yang benar-benar baru dan bersih.

Pada mobil sekarang, khususnya yang menggunakan sistem injeksi, bila baterai soak, maka mesin tidak akan bisa hidup. Pasalnya, komputer mesin mendapatkan energi dari baterai. Karena itu, posisi transmisi manual dan otomatik sama saja!

Lantas, mengenai anggapan bahwa rem boros saat mobil matik melaju di daerah yang banyak turunan, dipastikan, kondisi itu terjadi karena pengemudi terlalu santai, membiarkan transmisi pada posisi “D” saja. Padahal, D adalah gigi tertinggi.

Tetap bekerja
Untuk mengurangi beban kerja rem, pengemudi harus memanfaatkan efek engine brake dengan menggunakan gigi yang lebih rendah. Dalam hal ini, bisa saja “2” atau kalau lebih curam dan licin, harus “L”. Sama dengan gigi rendah, 3 atau 2 pada transmisi manual. Adapun untuk berakselerasi, pengemudi harus melakukan kick down atau menginjak pedal gas dengan cepat!

Jadi, mengemudi dengan transmisi otomatik bukan berarti tangan tidak bekerja sama sekali. Pada kondisi medan tertentu, 3, 2, dan L harus digunakan. Tangan masih harus aktif. Hanya kaki kiri yang benar-benar santai. Tak perlu injak kopling sama sekali. Misalnya saat di jalanan yang menurun atau berakselerasi saat di tanjakan!

Malah, pada kondisi macet, dengan melepaskan pedal rem dan transmisi pada posisi “D”, mobil bisa merangkak tanpa harus menginjak rem.

Kalau sudah merasakan enaknya transmisi otomatik, terutama bagi mereka yang menyetir sendiri, sering melewati jalanan macet, dan punya tingkat mobilitas yang tinggi, mereka dipastikan tak akan mau kembali ke manual kalau tidak terpaksa. Malah, mereka rela mengeluarkan biaya tambahan, baik untuk transmisinya yang lebih mahal plus konsumsi bahan bakar yang sedikit lebih banyak dibandingkan manual!

Test Drive Avanza 1.3 G A/T

Setelah diluncurkan 17 November lalu, pada 25-26 November 2009, PT Toyota Astra Motor (TAM), memberi kesempatan kepada 28 wartawan otomotif untuk menjajal 9 unit Avanza 1.3 G Matic. Satu mobil berisi 4 wartawan.

Pada hari pertama, rute tes, jalan tol Jakarta – Ciawi – Puncak – Padalarang. Total jarak tempuh pada hari pertama ini 150 km. Sekitar 100 km adalah daerah tanjakan, Puncak, Cianjur dan Padalarang.

Rute Puncak dipilih untuk menguji kemampuan transmisi otomatik. “Kita ingin membuktikan keraguan bahwa mesin 1,300 cc kurang kuat dengan transmisi otomatik,” jelas Rouli Sijabat, Public Relatian PT TAM.

Teknik Mengemudi
Kendati mengemudikan mobil dengan transmisi otomatik sangat menyenangkan, karena kaki kiri bisa istirahat total, ternyata masih banyak ada yang belum bisa memanfaatkannya secara maksimal. Bahkan ada yang tidak berani mencobanya.

Untuk itu, karena Avanza menggunakan mesin 1.300 cc dan umumnya digunakan oleh pemula, maka Toyota memberi bekal pengetahuan cara mengemudi transmisi otomatik kepada wartawan. Bekas diberikan oleh Bagian Pelatihan TAM dan Indonesia Defensive Driving Center (IDDC).

Bekal yang sangat bermanfaatkan adalah memilih transmisi saat menanjak dan menurun. Peserta diminta “D3” saat menanjak. Pada Avanza, pengopeasian D3 hanya dengan mengeser tongkat transmisi ke kanan.

Juga disarakan, di turunan, sebaiknya menggunakan gigi 2. “Ini untuk mencegah kampas rem cepat habis. Di samping itu juga lebih aman,” jelas Iwan Abdurachman, dari Bagian Training TAM. Juga dijelaskan, dengan pengoperasian transmisi otomatik pada Avanza ini tidak lagi menggunakan tombol “Overdrive”.

“Sebenarnya, saat menggunakan D sudah overdrive,” jelas Iwan. Ia pun menambahkan Kalau maupun yang lebih bertenaga, misalnya untuk mendahului dan berada di tanjakan, menyarankan menggunakan D3.

Tanjakan Pucak
Di jalan tol Jakarta – Ciawi, cukup mengandalkan “D”. MPV kecil yang dilengkapi dengan AC double blower ini, setiap unit berisi pengemudi plus 3 penumpang. Tenaga mesin cukup mumpuni untuk sekelasnya. Begitu, gas ditekan terus sampai 4.400 rpm, terasa perpindahan gigi yang halus (torsi maksimum diperoleh pada putaran 4.400 rpm).

Pada km 55, kemampuan menanjak MPV mulai diuji. Jalanan yang umumnya menanjak dan beberapa ruas macet, menyebabkan harus menghentikan Avanza otomatik ini di tanjakan. KOMPAS.com yang tergabung dengan rekan dari detik.com, okezone.com dan Bisnis Indonesia, mencoba menguji dan mengobservasi kemampuan Avanza pada D3.

Ketika dipindahkan ke D3, tarikan lebih bertenaga dan akselerasi lebih responsif. Di tanjakan Ciloto dan Cisarua, macet. Mobil pun harus berhenti di tanjakan. Kelompok KOMPAS.com berhenti pada D3 dan menginjak rem. Begitu jalan, langsung saja menekan pedal gas. Diiperoleh tenaga yang cukup kuat untuk jalan. Padahal, AC double blower tetap dihidupkan

Malah saat menurun, transmisi dipertahanakan pada D3. Efek engine brake diperoleh cukup besar pada kecepatan 60 km/jam.

Benar-benar menyenangkan. Pengemudi hanya memainkan pedal gas dan rem dan sekali-akli memindah transmisi dari D ke D3 atau sebaliknya bila berhenti terlalu lama, pindah ke “N” dan mengaktifkan rem tangan. Tujuannya untuk mengirit konsumsi bahan bakar.

Di Padalarang dan Bandung, kemampuan Avanza otomatik ini juga dites secara maksimal, baik di jalan tol maupuntanjakan dan turunan. Tak ada masalah dengan kemampuan mobil. Kendati demikian, beberapa rekan masih tetap menggunakan D saat menanjak sehingga komplain soal tenaga. Malah ada yang membandingkannya dengan Kijang Innova Otomatik bermesin 2.000 cc


Tes Konsumsi BBM

Setelah menguji kemampuan menanjak Avanza matik pada hari pertama di Puncak pada hari kedua, diuji konsumsi bahan bakarnya. Kelompok KOMPAS.com sempat melakukan beberapa tes untuk melihat kemampuan maksimal MPV matik ini.

Solusi Macet
Target Toyota memproduksi Avanza 1.3 G otomatik (nantinya juga menyusul 1.3 E) adalah untuk menambah varian produknya. Dengan ini, bagi mereka yang memerlukan kenyamanan pada lalu lintas kota-kota besar yang makin macet, bisa memilih Avanza otomatik hanya dengan menambahkan Rp 10 juta dibandingkan versi transmisi manual.

“Kita melihat jalanan Jakarta dan kota-koa besar lain makin macet. Kalau dengan matik, kaki kiri bisa istirahat. Namun bukan berarti tangani kiri yang memindahkan gigi istirahat total. Tetap harus bekerja untuk memindahkan transmisi sesuai dengan medan yang dilalui,” jelas Joko Trisanyoto, Direktur Pemasaran TAM saat berkumpul dengan wartawan di Bandung.

Hari Kedua
Bandung-Jakarta lewat jalan tol Padalarang–Cikampek–Jakarta. Pada rute ini, kelompok KOMPAS.com menguji beberapa karakteristik Avanza otomatik. Hasilnya, sampai kecepatan 120 km/jam cukup stabil. Perpindahan gigi terjadi pada putaran 4.400 rpm.

Kemampuan lain, saat diturunan, bisa dikebut 160 km/jam dengan putaran mesin 5.200 rpm. Sedangkan pada jalanan rata, 150 km/jam, 5.000 rpm.

Akselerasi pada 0- 100 km pada D, 17,4 detik. Sayang pada D3 tidak sempat karena jalanan padat dan permukaan jalan yang tidak rata. Malah perkirakan, kalau dites dengan alat ukur yang presisi, diperkirakan waktunya bisa lebih cepat, sekitar 16 detik.

Hanya saat start, baik D maupn D3, sampai putaran 3.000 rpm terasa agak berat. Namun setelah itu melewai putaran 3.000 rpm, mobil ini akan meluncur lebih cepat dan lebih bertenaga.

Konsumsi BBM
Untuk konsumsi bahan bakar, diukur jarak dari Padalarang (Mason Pine Hotel), muter-muter di Bandung (menuju jalan Setiabudi) dan kembali Jakarta, panitia dari Toyota mengukur konsumsi bahan bakar untuk jarak tempuh rata-rata 126 km. Ternyata, 9 unit otomatik yang digunakan, konsumsi pemakaian bahan bakarnya bervariasi. Paling irit menghabiskan 8,506 liter atau 14,87 km/liter dan paling boros 11,842 liter atau 10,75 km/liter.

“Sangat bergantung pada cara mengemudi. Juga ada faktor kebiasanya, yaitu mereka yang sudah biasa menggunakan mobil transmisi otomatik, hasilnya lebih irit,” simpul Rouli Sijabat setelah melihat hasil tes bahan bakar.

Beberapa data yang lain diperoleh KOMPAS.com, dengan mengoservasi kinerjanya MPV ini, pada “D3”, kecepatan 80 km/jam, putaran mesin 4.000 rpm. Bila meluncur mulus pada dengan kecepatan 80 km/jam, putaran mesin turun 2.800 rpm.

Tak kalah menarik, pada kecepatan 60 km, posisi transmisi “D”, Avanza matik ini meluncur dengan putaran 2.000 rpm. Pada Avanza 1.3 G transmisi manual, gigi 5, kecepatan 60 km/jam, putaran mesin 2.400 rpm. Berarti kalau menggemudikan mobil dengan sabar dan mengoperasikan pedal gas secara gradual, bisa lebih irit!

(sumber : www.kompas.com)

Rabu, 25 November 2009

Generasi Baru Toyota Alphard

Generasi baru Toyota Alphard menjanjikan kenyamanan interior lebih baik dari pendahulunya. Model yang diperkenalkan di Jepang, Senin (12/5) kini dilengkapi Executive Power Seats dibaris kedua dan pencahayaan interior dengan teknologi LED untuk menciptakan suasana ramah.

Bukan itu saja, peforma dinamisnya juga meningkat seiring makin sempurnanya system penggerak, aerodinamika dan aplikasi material ringan. Konsumsi bahan bakar dan emisinya juga lebih baik. Perangkat safety juga lebih lengkap. Semua itu berkontribusi menjadikan Alphard sebagai minivan teratas di keluarga Toyota.

Di Jepang, Toyota memperkenalkan dua serial Alphard yaitu; Alphard dan Velfare. Bedanya, Alphard elegan dan berkelas, Vellfire lebih menekankan nuansa inovatif dan power.

Kedua model itu diproduksi di Inabe Plant, Toyota Auto Body Co. Menurut situs resmi Toyota, kedua varian itu masing-masing ditargetkan terjual 3000 unit perbulan di Jepang.

Dibandingkan pendahulunya, Alphard baru lebih pendek tapi tinggi interiornya bertambah 10 mm karena lantai turun 55 mm. Interior juga tambah panjang 75 mm. Interior lebih senyap berkat distribusi optimal peredam suara.

Konsumen Alphard di Jepang akan dimanjakan dengan Executive Power Seats pada baris kedua. Kursi spesial ini menawarkan footrest lebih besar, demikian pula sandaran kepala dan tangan.

Pencahayaan interior bisa diatur dalam empat tingkat terang berkat teknologi LED. Nuansa elegan dan mewah terpancar dari panel bermotif kayu pada center console dengan penghias lapisan logam yang untuk pertamakalinya menggunakan teknologi sputtering.

Telinga ikut dimanjakan lewat Toyota Premium Sound System dengan 18 speaker menghasilkan suara berkualitas tinggi bahkan untuk kabin sebesar itu. Dan untuk pertamakalinya diafragma speaker depan dibuat dari serat bambu untuk menghasilkan reproduksi suara lebih jernih. Mengejar kedalamanan suara lebih baik, Toyota menanam enam speaker di langit-langit.

Di pasar Jepang, Toyota menawarkan mesin lebih besar pada Alphard generasi baru yaitu 3.5 liter Dual VVT-I yang dipasangkan dengan 6 Super ECT (Super Intelligent Electronically-controlled, Six-speed Automatic Transmission). Meskipun lebih besar, efisiensi bahan bakarnya meningkat 7% dibandingkan mesin 3.0 liter lama berkat aerodinamika yang lebih baik.

Pilihan lain, 2.4 liter VVT-i dipasangkan dengan Super CVT-i (Continuously Variable Transmission-intelligent). Dibandingkan generasi sebelumnya, 20% lebih irit, juga berkat aerodinamika lebih baik.

Teknologi transmisi 6-speed Sequential Shiftmatic pada versi 3.5-liter dan 7-speed Sports Sequential Shiftmatic, memberi kesempatan pengemudi menikmati sensasi transmisi manual pada transmisi matik.

Kombinasi tinggi mobil yang lebih rendah, track lebih lebas dan wheelbase lebih panjang menghasilkan handling dan stabilitas jelajah lebih baik.

(Sumber : www.toyota.co.jp)